Cerpen Sahabat Sejati 2018
Maret 07, 2019
Edit
Cerpen Sahabat Sejati 2018 - [New Update] kali Ini ialah perihal Cerpen Sahabat Sejati Terbaru Tahun 2018. bagi kau yang suka membaca cerpen dan ingin tahu apa arti Sahabat Sejati itu menyerupai apa pas banget, kali ini admin blog Dunia Remaja ingin mengembangkan perihal Cerpen Sahabat Sejati 2018 yang sanggup kau baca pribadi artikelnya yang ada dibawah ini.
Sebenarnya saya tidak pernah percaya sahabat sejati itu ada, sama sekali tidak percaya!! Bagiku semua itu bulshit belaka. Sahabat yang selalu ada untukku, mengembangkan suka dan murung bersama, dan menjunjung tinggi semangat persaudaraan, bagiku tidak pernah ada di dunia ini. Satu pun tidak akan pernah ada. Semua akan hilang dan meninggalkanku!!!
Tapi, suatu ketika ada sebuah diam-diam besar yang mengubah pedomanku mengenai sahabat sejati. Ada yang terlupakan dari semua ini. Terselip begitu saja dalam diriku. Aku mengacuhkan hal berharga itu. Aku memang masih memahami konsep sahabat sejati hanya omong kosong belaka, kecuali, dengan satu kemungkinan, kalau kau membuka hatimu untuk mendapatkan sesuatu yang riskan itu, sahabat sejati itu mungkin bukanlah sebuah omong kosong belaka.
============
Aku bangun mematung di kantin. Bergeming seraya fokus melihat dengan pandangan yang sangat jijik!. Sosis merah dilumuri saus yang seolah–olah menggiurkan, bakso yang rasanya begitu kenyal, keripik yang rasanya begitu gurih, mie yang terlihat sangat lembut sekali, dan otak–otak yang tak ubahnya menyerupai makanan–makanan yang rusak!!. Aku begitu phobia melihat makanan–makanan itu. Ya, Aku gres melihatnya saja sudah menyerupai itu, apalagi memakannya, dijamin saya akan mual-mual beberapa bulan!!!
Semua kuliner rusak itu begitu ku benci, lantaran gara–gara kuliner itu sahabatku, ghita, meninggal dunia!! Ghita, sahabat terbaikku (dan kupikir juga sahabat sejatiku), ia terkena kanker otak yang disebabkan oleh kuliner yang banyak mengandung boraks, formalin, dan entah materi kimia apa yang terkandung di dalamnya. Dokter mendiagnosis di dalam tubuhnya sudah ada 6 gram boraks yang mengendap semenjak bertahun–tahun (itu belum termasuk zat kimia lainnya seperti, pewarna dan pengawet).
Sel kanker yang ada di tubuh Ghita berkembang dengan begitu cepatnya. Daya tahan tubuhnya juga tak berpengaruh menahan serangan demi serangan yang diluncurkan oleh racun–racun itu. Ditambah lagi Ghita tidak suka makan sayuran dan buah–buahan. Ironis memang, tapi itulah kenyataannya. Dan, semenjak ketika itu saya begitu membenci kuliner itu.
Tata, Meti sahabat sekelasku, kelas 7.8 tepatnya, berlari kearahku. Rambut panjangnya yang digerai bergoyang–goyang di terpa angin. Menurutku ia cukup manis dan cantik. "Jajan, yuk. Aku punya uang jajan lebih nih. Hasil lomba pidato kemarin. Aku ingin mentraktir kamu. Syukur–syukur sanggup menghilangkan dukamu atas kehilangan Ghita. Mau ya..???
Aku pun mencicipi adanya kejanggalan di perkataan-nya itu. Aku berpikir seperkian detik sebelum menemukan balasan yang cocok untuknya, "Maksudmu apa..?? Oh.. Kamu senang Ghita meninggal?? Lalu, kau merayakan kepergian Ghita dengan mentraktir aku, begitu..?? Kamu jahat, Meti!!
Aku benar–benar tak habis pikir dengan Meti. Ghita itu sahabat terbaik dan sejatiku, dihentikan ada yang memperlakukannya menyerupai itu. Sangat Menyebalkan!!
Kok, kau bicaranya menyerupai itu, sih??? Sekalipun saya tidak pernah senang dengan kepergian Ghita. Itu tidak mungkin." Tukas Meti dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku hanya tidak ingin melihatmu bersemedi dengan kesedihanmu itu. Aku ingin jadi sahabat baikmu.
Kamu tidak akan sanggup menggantikan Ghita, Meti!!" dan emosiku semakin meluap, "Aku sangat mencintai Ghita, masuk akal kalau saya sangat sedih atas kepergiannya.
Tapi ini terlalu jauh, Ta. Kamu menjadi sangat berbeda. Akhir–akhir ini kau begitu emosian, suka menyendiri, pembangkang, dan sangat tertutup. Kamu bukan Tata yang saya kenal dulu.
Terserah!!! Sebelum saya benar–benar pergi meninggalkan Meti, saya sempat melirik sosis yang ia lahap begitu nikmatnya. "Racun!!" Ucapku dengan tegas dan dalam. Aku melihat ekpresi wajah Meti mendadak sangat khawatir. Aku pun berlalu sesudah membuatnya depresi berat.
============
Sepulang sekolah saya menunggu kereta di stasiun Kebayoran Lama, tepatnya di daerah Jakarta Selatan. Rumahku di Tanah Abang. Sementara saya bersekolah di SMPN... Jakarta, kecamatan Kebayoran baru. Otomatis dengan begitu, saya harus memakai kereta untuk hingga ke rumahku.
Hueeekkk!!! Aroma khas dari keringat para penumpang KA merasuki hidungku, dengan sangat semangat ketika saya masuk ke dalam kereta. Desak–desakkan penumpang menciptakan hatiku semakin kesal. Para pedagang pun menambah kebisingan. Ah.. izinkan saya untuk pingsan!!!
Kejengkelan hatiku semakin merajalela ketika saya mengingat kembali perkataan Meti tadi pagi disekolah.
Tapi ini sudah terlalu jauh, Ta. Kamu menjadi sangat berbeda. Akhir–akhir ini kau begitu emosian, suka menyendiri, pembangkang, dan sangat tertutup. Kamu bukan Tata yang saya kenal.
Ussshhh!!! Memangnya ia tahu apa perihal hidupku..?? Menyebalkan!! Luka hatiku saja belum sembuh benar atas kehilangan Ghita. Aku sangat trauma!! Dia ialah sahabat sejatiku, selalu bersamaku, kami mengembangkan suka dan duka. Meti itu tidak tahu apa–apa. Seharusnya ia tak perlu ikut campur dengan urusanku!!
Memang benar, akhir–akhir ini sifatku begitu berubah, saya akui itu. Jujur, hidupku sangat hampa. Tak ada motivasi. Tak ada semangat. Bahkan saya tidak ingin berteman dengan siapapun. Aku tidak mau mencintai siapapun lagi. Sudah cukup saya kehilangan Ghita, tidak lagi untuk yang kedua kalinya.
Jangan akrab dengan siapapun, jangan mencintai siapapun, dan jangan percaya pada sahabat sejati!! lantaran sahabat sejati tidak pernah ada, dengan begitu kau tidak akan pernah menangis akan kehilangannya. Itulah prinsipku ketika ini. Aku berusaha untuk membenci atau lebih tepatnya menjauhi siapapun ketika ini. Egois dan ndeso memang. Rasa syok sudah mendarah daging dalam diri dan jiwaku. Aku menyerupai kehilangan jati diri. Biarkan, Aku tidak peduli.
============
Aku bergegas turun dari kereta di stasiun Tanah Abang. Setelah memastikan saya bangun di tempat yang aman, saya pun merapikan ikatan sepatuku biar tidak terinjak–injak. Lalu, membenarkan letak tas punggungku.
Kebetulan, sempurna di sampingku ada penjual cermin, tentu saja saya berkaca sebentar dan terkejut sebentar. Wajahku menyerupai kepiting goreng, direbus, diberi beberapa cabe, digoreng lagi, kemudian hangus!! Berlebihan memang, tapi hal itu cukup menggambarkan bahwa karbon monoksida bus Metromini sanggup menciptakan wajahku menyerupai ini. Rambutku yang sebahu saya ikat. Tak sanggup dipungkiri, Jakarta memang kota yang sangat panas!!
Setelah puas melihat bentuk wajahku yang tak karuan, saya kembali berjalan. Namun, tiba–tiba saja mataku terfokus pada satu titik. Aku melihat seorang gadis kecil yang sedang mengais–ngais tong sampah yang ada di dekatnya. Lalu gadis itu berjalan ke gerbong renta yang sudah tidak terpakai lagi. Ia duduk disana sambil memakan apa yang ia ambil dari tong sampah tadi.
Makanan yang sudah rusak. "Racun" Gumamku. Tadinya saya hendak berlalu begitu saja, sayangnya getaran absurd di hati ini mencegahku. Getaran yang menciptakan hatiku tergerak untuk memperlihatkan bekalku yang tak kumakan disekolah, lantaran sudah merasa mual melihat jajanan kantin yang menjijikan. Apa salahnya?? Toh, hanya memberinya dua potong roti. Hal itu tidak akan mungkin membuatku akrab dengannya. Gumamku lagi.
Aku pun mendekatinya dengan tampang jijik. Tapi sejurus kemudian sirna ketika melihat wajah mungil itu. Ada guratan ketegaran terpancar dari wajahnya. Ia kemudian tersenyum manis kepadaku.
Ada yang sanggup dede bantu, kak?? tanyanya sambil membalikkan badannya ke arahku.
Namanya Dede, ya?? Hmmm, tidak ada. Kakak cuma mau Dede mendapatkan roti ini.
Gadis cilik ini mendapatkan roti pemberianku dengan sangat girang sekali. Rasanya ada kepuasan batin tersendiri di hatiku. Kepuasan batin yang tak pernah ku raih semenjak hatiku selalu tertutup awan hitam, legam, dan pekat.
Terima kasih ya kak. Kakak baik sekali. Pasti Allah sayang sama kakak.
Emmm,, saya menggigit bibir sembari berpikir agak keras.
Allah?? Sayang denganku?? Benarkah???
Dede sendirian saja???
Iya kak. Kakak tidak lihat?? Tidak ada orang lain bersama Dede selain abang disini.
Bukan, Hmmm.. bakir juga anak ini. Maksud kakak, dimana orang renta Dede??? Kok Dede hingga mencari makan di tong sampah itu???
Gadis ini menunduk, tampak terang mulut sedih di wajahnya. Ia kemudian menggeleng.
Maaf, Tukasku merasa sangat bersalah
Aku merasa ketidakadilan disini. Mengapa Allah tega merenggut kedua orang renta gadis cilik ini. Dia butuh kasih sayang. Oh, malangnya!! Dia juga bernasib sama denganku. Menjadi pemain film utama dalam dongeng kehilangan.
Allah memang tidak adil ya De?? Ia selalu mengambil apa yang seharusnya kita miliki, Ujarku tak habis pikir.
Astagfirullahalazim,, katanya tegas. Kok abang bicara lancang menyerupai itu??? Allah itu maha adil kak, itu yang selalu ibu bilang ketika sebelum kecelakaan itu menimpa keluarga Dede. Bukan berarti Allah tidak adil hanya gara–gara mengambil seluruh anggota keluarga Dede Ibu, Ayah, dan Bang Ilham. Justru Allah sangat sayang dengan Dede, lantaran Allah mengajari Dede untuk hidup mandiri. Dengan begitu Dede akan tegar menghadapi hidup yang keras. Dede senang kok, lantaran Dede tahu Ibu, Ayah, Bang Ilham juga senang di nirwana sana.
Aku terkesiap dengan mata setengah membelalak mendengarnya. Sungguh fenomena yang menabjubkan!! Anak kecil yang umurnya kira–kira belum genap delapan tahun ini sanggup berfilosofi demikian!! Apa yang menciptakan dirinya begitu tegar???
Rasanya saya menjadi sangat rendah dan hina sekali, kalau dibandingkan dengan anak ini. Aku saja yang kehilangan sahabat sejati dan terbaikku, Ghita, tidak sanggup setegar ini. Bahkan, aaahhh.. saya aib mengakuinya!! Aku memang sangat ndeso dan egois!! Haduh.. apa sih yang ada di dalam pikiranku ketika ini???
Kakak boleh bertanya satu hal?? kataku seraya menyembunyi gejolak yang ada di dalam hati ini.
Boleh saja kak. Kalau Dede sanggup jawab ya syukur, kalau tidak, ya.. jadi PR saja, deh. Hehehehe.. Anak ini begitu ceria. Aku menangkap ketenangan batin yang ada di anak ini. Seperti tidak ada beban sedikit pun yang menghimpitnya.
Kenapa Dede sanggup setegar ini?? pertanyanku terbata–bata.
Karena Dede punya sahabat sejati kak!
Sahabat Sejati?? Itu yang saya pungkiri selama ini. Bukankah sahabat sejati itu tidak pernah ada. Tidak pernah ada yang infinit di dunia ini. Semua semu dan akan hilang. Tapi, kenapa??? Kenapa anak ini begitu percaya kalau sahabat sejati memang benar–benar ada..??
Benarkah??? intonasiku diperlambat untuk menengaskan bahwa saya benar-benar tidak mengerti. Siapa dia???
Itu.. gadis ini menunjuk ke langit yang begitu cerah. Matanya sedikit menyipit menghindar dari sinar matahari, Dia ada di atas sana!!
singgasana terbesarnya. Di nirwana bersama Ayah, Ibu, dan Bang Ilham. Dia selalu ada untuk Dede. Menemani hidup Dede. Membuat Dede sangat tegar. Tidak akan pernah meinggalkan Dede. Jawabnya sangat mantap. Bahkan sangat mantap. Tidak ada keraguan sedikitpun di matanya.
Maksudmu Allah??? saya sedikit ragu.
Yupz!!!
Aku tertegun, Termenung, Bergeming, Mematung. Hatiku bergejolak. Air mataku tumpah ruah. Sangat derasnya!!!
Getaran cinta berdenyut di nadiku. Frekuensi bunyi hatiku itu terdengar sangat jelas. Aku merasakannya!! Merasakan sebuah perasaan yang sulit diutarakan oleh kata–kata. Hanya saya yang pernah merasakannya, yang sanggup mengartikannya.
Rasanya kasih sayang Allah yang selama ini saya pungkiri merengkuhku. Aku karam dalam haru. Tasbih, tahmid, dan takbir menghiasi setiap benakku. Allah!! Allah sahabat yang selama ini terselip, tersembunyi dibalik keangkuhanku. Astagfirullahazim..
Allah mengambil Ghita dari sisiku sebagai pelajaran untukku biar saya sanggup menyikapi makna sehat lebih dalam lagi. Allah menyediakan banyak kasih di sekitarku untuk menghiburku tapi saya membuangnya dengan prinsip konyolku itu. Dan Allah mempertemukanku dengan gadis ini, untuk menunjukan bahwa ia masih ada untukku, sebagai sahabat. Ia masih membuka hatinya meskipun saya mengacuhkannya. Ia masih memperlihatkan hidayahnya pada orang yang hina sepertiku. Astagfirullahalazim.
Kakak kenapa menangis??? Maafkan Dede kalau Dede menyakiti hati kakak. Ujarnya dari bibir mungilnya ini.
Tidak apa-apa de. Kakak baik–baik saja, Bahkan lebih baik dari apapun yang menciptakan abang merasa lebih baik. Aku pribadi memeluk gadis ini. Sangat erat sekali.
Kini saya yakin dan sangat yakin bahwa sahabat sejati itu benar–benar ada. Meskipun ia hanya satu, tapi ia tak akan tergantikan oleh apapun, bagaimanapun, dimanapun, dan kapanpun.
Untuk Allah, Dede, dan Ghita, terima kasih telah mengajariku arti sahabat sejati, sebuah persahabatan yang infinit dan sebetulnya dalam hidup ini.
Bagaimana sobat artikel diatas yang berjudul "Cerpen Sahabat Sejati 2018" sangat baguskan :), dan sanggup kau baca juga Cerita Paling Sedih Tahun 2018.
* Cerpen Sahabat Sejati 2018 *
Sebenarnya saya tidak pernah percaya sahabat sejati itu ada, sama sekali tidak percaya!! Bagiku semua itu bulshit belaka. Sahabat yang selalu ada untukku, mengembangkan suka dan murung bersama, dan menjunjung tinggi semangat persaudaraan, bagiku tidak pernah ada di dunia ini. Satu pun tidak akan pernah ada. Semua akan hilang dan meninggalkanku!!!
Tapi, suatu ketika ada sebuah diam-diam besar yang mengubah pedomanku mengenai sahabat sejati. Ada yang terlupakan dari semua ini. Terselip begitu saja dalam diriku. Aku mengacuhkan hal berharga itu. Aku memang masih memahami konsep sahabat sejati hanya omong kosong belaka, kecuali, dengan satu kemungkinan, kalau kau membuka hatimu untuk mendapatkan sesuatu yang riskan itu, sahabat sejati itu mungkin bukanlah sebuah omong kosong belaka.
============
Aku bangun mematung di kantin. Bergeming seraya fokus melihat dengan pandangan yang sangat jijik!. Sosis merah dilumuri saus yang seolah–olah menggiurkan, bakso yang rasanya begitu kenyal, keripik yang rasanya begitu gurih, mie yang terlihat sangat lembut sekali, dan otak–otak yang tak ubahnya menyerupai makanan–makanan yang rusak!!. Aku begitu phobia melihat makanan–makanan itu. Ya, Aku gres melihatnya saja sudah menyerupai itu, apalagi memakannya, dijamin saya akan mual-mual beberapa bulan!!!
Semua kuliner rusak itu begitu ku benci, lantaran gara–gara kuliner itu sahabatku, ghita, meninggal dunia!! Ghita, sahabat terbaikku (dan kupikir juga sahabat sejatiku), ia terkena kanker otak yang disebabkan oleh kuliner yang banyak mengandung boraks, formalin, dan entah materi kimia apa yang terkandung di dalamnya. Dokter mendiagnosis di dalam tubuhnya sudah ada 6 gram boraks yang mengendap semenjak bertahun–tahun (itu belum termasuk zat kimia lainnya seperti, pewarna dan pengawet).
Sel kanker yang ada di tubuh Ghita berkembang dengan begitu cepatnya. Daya tahan tubuhnya juga tak berpengaruh menahan serangan demi serangan yang diluncurkan oleh racun–racun itu. Ditambah lagi Ghita tidak suka makan sayuran dan buah–buahan. Ironis memang, tapi itulah kenyataannya. Dan, semenjak ketika itu saya begitu membenci kuliner itu.
Tata, Meti sahabat sekelasku, kelas 7.8 tepatnya, berlari kearahku. Rambut panjangnya yang digerai bergoyang–goyang di terpa angin. Menurutku ia cukup manis dan cantik. "Jajan, yuk. Aku punya uang jajan lebih nih. Hasil lomba pidato kemarin. Aku ingin mentraktir kamu. Syukur–syukur sanggup menghilangkan dukamu atas kehilangan Ghita. Mau ya..???
Aku pun mencicipi adanya kejanggalan di perkataan-nya itu. Aku berpikir seperkian detik sebelum menemukan balasan yang cocok untuknya, "Maksudmu apa..?? Oh.. Kamu senang Ghita meninggal?? Lalu, kau merayakan kepergian Ghita dengan mentraktir aku, begitu..?? Kamu jahat, Meti!!
Aku benar–benar tak habis pikir dengan Meti. Ghita itu sahabat terbaik dan sejatiku, dihentikan ada yang memperlakukannya menyerupai itu. Sangat Menyebalkan!!
Kok, kau bicaranya menyerupai itu, sih??? Sekalipun saya tidak pernah senang dengan kepergian Ghita. Itu tidak mungkin." Tukas Meti dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku hanya tidak ingin melihatmu bersemedi dengan kesedihanmu itu. Aku ingin jadi sahabat baikmu.
Kamu tidak akan sanggup menggantikan Ghita, Meti!!" dan emosiku semakin meluap, "Aku sangat mencintai Ghita, masuk akal kalau saya sangat sedih atas kepergiannya.
Tapi ini terlalu jauh, Ta. Kamu menjadi sangat berbeda. Akhir–akhir ini kau begitu emosian, suka menyendiri, pembangkang, dan sangat tertutup. Kamu bukan Tata yang saya kenal dulu.
Terserah!!! Sebelum saya benar–benar pergi meninggalkan Meti, saya sempat melirik sosis yang ia lahap begitu nikmatnya. "Racun!!" Ucapku dengan tegas dan dalam. Aku melihat ekpresi wajah Meti mendadak sangat khawatir. Aku pun berlalu sesudah membuatnya depresi berat.
============
Sepulang sekolah saya menunggu kereta di stasiun Kebayoran Lama, tepatnya di daerah Jakarta Selatan. Rumahku di Tanah Abang. Sementara saya bersekolah di SMPN... Jakarta, kecamatan Kebayoran baru. Otomatis dengan begitu, saya harus memakai kereta untuk hingga ke rumahku.
Hueeekkk!!! Aroma khas dari keringat para penumpang KA merasuki hidungku, dengan sangat semangat ketika saya masuk ke dalam kereta. Desak–desakkan penumpang menciptakan hatiku semakin kesal. Para pedagang pun menambah kebisingan. Ah.. izinkan saya untuk pingsan!!!
Kejengkelan hatiku semakin merajalela ketika saya mengingat kembali perkataan Meti tadi pagi disekolah.
Tapi ini sudah terlalu jauh, Ta. Kamu menjadi sangat berbeda. Akhir–akhir ini kau begitu emosian, suka menyendiri, pembangkang, dan sangat tertutup. Kamu bukan Tata yang saya kenal.
Ussshhh!!! Memangnya ia tahu apa perihal hidupku..?? Menyebalkan!! Luka hatiku saja belum sembuh benar atas kehilangan Ghita. Aku sangat trauma!! Dia ialah sahabat sejatiku, selalu bersamaku, kami mengembangkan suka dan duka. Meti itu tidak tahu apa–apa. Seharusnya ia tak perlu ikut campur dengan urusanku!!
Memang benar, akhir–akhir ini sifatku begitu berubah, saya akui itu. Jujur, hidupku sangat hampa. Tak ada motivasi. Tak ada semangat. Bahkan saya tidak ingin berteman dengan siapapun. Aku tidak mau mencintai siapapun lagi. Sudah cukup saya kehilangan Ghita, tidak lagi untuk yang kedua kalinya.
Jangan akrab dengan siapapun, jangan mencintai siapapun, dan jangan percaya pada sahabat sejati!! lantaran sahabat sejati tidak pernah ada, dengan begitu kau tidak akan pernah menangis akan kehilangannya. Itulah prinsipku ketika ini. Aku berusaha untuk membenci atau lebih tepatnya menjauhi siapapun ketika ini. Egois dan ndeso memang. Rasa syok sudah mendarah daging dalam diri dan jiwaku. Aku menyerupai kehilangan jati diri. Biarkan, Aku tidak peduli.
============
Aku bergegas turun dari kereta di stasiun Tanah Abang. Setelah memastikan saya bangun di tempat yang aman, saya pun merapikan ikatan sepatuku biar tidak terinjak–injak. Lalu, membenarkan letak tas punggungku.
Kebetulan, sempurna di sampingku ada penjual cermin, tentu saja saya berkaca sebentar dan terkejut sebentar. Wajahku menyerupai kepiting goreng, direbus, diberi beberapa cabe, digoreng lagi, kemudian hangus!! Berlebihan memang, tapi hal itu cukup menggambarkan bahwa karbon monoksida bus Metromini sanggup menciptakan wajahku menyerupai ini. Rambutku yang sebahu saya ikat. Tak sanggup dipungkiri, Jakarta memang kota yang sangat panas!!
Setelah puas melihat bentuk wajahku yang tak karuan, saya kembali berjalan. Namun, tiba–tiba saja mataku terfokus pada satu titik. Aku melihat seorang gadis kecil yang sedang mengais–ngais tong sampah yang ada di dekatnya. Lalu gadis itu berjalan ke gerbong renta yang sudah tidak terpakai lagi. Ia duduk disana sambil memakan apa yang ia ambil dari tong sampah tadi.
Makanan yang sudah rusak. "Racun" Gumamku. Tadinya saya hendak berlalu begitu saja, sayangnya getaran absurd di hati ini mencegahku. Getaran yang menciptakan hatiku tergerak untuk memperlihatkan bekalku yang tak kumakan disekolah, lantaran sudah merasa mual melihat jajanan kantin yang menjijikan. Apa salahnya?? Toh, hanya memberinya dua potong roti. Hal itu tidak akan mungkin membuatku akrab dengannya. Gumamku lagi.
Aku pun mendekatinya dengan tampang jijik. Tapi sejurus kemudian sirna ketika melihat wajah mungil itu. Ada guratan ketegaran terpancar dari wajahnya. Ia kemudian tersenyum manis kepadaku.
Ada yang sanggup dede bantu, kak?? tanyanya sambil membalikkan badannya ke arahku.
Namanya Dede, ya?? Hmmm, tidak ada. Kakak cuma mau Dede mendapatkan roti ini.
Gadis cilik ini mendapatkan roti pemberianku dengan sangat girang sekali. Rasanya ada kepuasan batin tersendiri di hatiku. Kepuasan batin yang tak pernah ku raih semenjak hatiku selalu tertutup awan hitam, legam, dan pekat.
Terima kasih ya kak. Kakak baik sekali. Pasti Allah sayang sama kakak.
Emmm,, saya menggigit bibir sembari berpikir agak keras.
Allah?? Sayang denganku?? Benarkah???
Dede sendirian saja???
Iya kak. Kakak tidak lihat?? Tidak ada orang lain bersama Dede selain abang disini.
Bukan, Hmmm.. bakir juga anak ini. Maksud kakak, dimana orang renta Dede??? Kok Dede hingga mencari makan di tong sampah itu???
Gadis ini menunduk, tampak terang mulut sedih di wajahnya. Ia kemudian menggeleng.
Maaf, Tukasku merasa sangat bersalah
Aku merasa ketidakadilan disini. Mengapa Allah tega merenggut kedua orang renta gadis cilik ini. Dia butuh kasih sayang. Oh, malangnya!! Dia juga bernasib sama denganku. Menjadi pemain film utama dalam dongeng kehilangan.
Allah memang tidak adil ya De?? Ia selalu mengambil apa yang seharusnya kita miliki, Ujarku tak habis pikir.
Astagfirullahalazim,, katanya tegas. Kok abang bicara lancang menyerupai itu??? Allah itu maha adil kak, itu yang selalu ibu bilang ketika sebelum kecelakaan itu menimpa keluarga Dede. Bukan berarti Allah tidak adil hanya gara–gara mengambil seluruh anggota keluarga Dede Ibu, Ayah, dan Bang Ilham. Justru Allah sangat sayang dengan Dede, lantaran Allah mengajari Dede untuk hidup mandiri. Dengan begitu Dede akan tegar menghadapi hidup yang keras. Dede senang kok, lantaran Dede tahu Ibu, Ayah, Bang Ilham juga senang di nirwana sana.
Aku terkesiap dengan mata setengah membelalak mendengarnya. Sungguh fenomena yang menabjubkan!! Anak kecil yang umurnya kira–kira belum genap delapan tahun ini sanggup berfilosofi demikian!! Apa yang menciptakan dirinya begitu tegar???
Rasanya saya menjadi sangat rendah dan hina sekali, kalau dibandingkan dengan anak ini. Aku saja yang kehilangan sahabat sejati dan terbaikku, Ghita, tidak sanggup setegar ini. Bahkan, aaahhh.. saya aib mengakuinya!! Aku memang sangat ndeso dan egois!! Haduh.. apa sih yang ada di dalam pikiranku ketika ini???
Kakak boleh bertanya satu hal?? kataku seraya menyembunyi gejolak yang ada di dalam hati ini.
Boleh saja kak. Kalau Dede sanggup jawab ya syukur, kalau tidak, ya.. jadi PR saja, deh. Hehehehe.. Anak ini begitu ceria. Aku menangkap ketenangan batin yang ada di anak ini. Seperti tidak ada beban sedikit pun yang menghimpitnya.
Kenapa Dede sanggup setegar ini?? pertanyanku terbata–bata.
Karena Dede punya sahabat sejati kak!
Sahabat Sejati?? Itu yang saya pungkiri selama ini. Bukankah sahabat sejati itu tidak pernah ada. Tidak pernah ada yang infinit di dunia ini. Semua semu dan akan hilang. Tapi, kenapa??? Kenapa anak ini begitu percaya kalau sahabat sejati memang benar–benar ada..??
Benarkah??? intonasiku diperlambat untuk menengaskan bahwa saya benar-benar tidak mengerti. Siapa dia???
Itu.. gadis ini menunjuk ke langit yang begitu cerah. Matanya sedikit menyipit menghindar dari sinar matahari, Dia ada di atas sana!!
singgasana terbesarnya. Di nirwana bersama Ayah, Ibu, dan Bang Ilham. Dia selalu ada untuk Dede. Menemani hidup Dede. Membuat Dede sangat tegar. Tidak akan pernah meinggalkan Dede. Jawabnya sangat mantap. Bahkan sangat mantap. Tidak ada keraguan sedikitpun di matanya.
Maksudmu Allah??? saya sedikit ragu.
Yupz!!!
Aku tertegun, Termenung, Bergeming, Mematung. Hatiku bergejolak. Air mataku tumpah ruah. Sangat derasnya!!!
Getaran cinta berdenyut di nadiku. Frekuensi bunyi hatiku itu terdengar sangat jelas. Aku merasakannya!! Merasakan sebuah perasaan yang sulit diutarakan oleh kata–kata. Hanya saya yang pernah merasakannya, yang sanggup mengartikannya.
Rasanya kasih sayang Allah yang selama ini saya pungkiri merengkuhku. Aku karam dalam haru. Tasbih, tahmid, dan takbir menghiasi setiap benakku. Allah!! Allah sahabat yang selama ini terselip, tersembunyi dibalik keangkuhanku. Astagfirullahazim..
Allah mengambil Ghita dari sisiku sebagai pelajaran untukku biar saya sanggup menyikapi makna sehat lebih dalam lagi. Allah menyediakan banyak kasih di sekitarku untuk menghiburku tapi saya membuangnya dengan prinsip konyolku itu. Dan Allah mempertemukanku dengan gadis ini, untuk menunjukan bahwa ia masih ada untukku, sebagai sahabat. Ia masih membuka hatinya meskipun saya mengacuhkannya. Ia masih memperlihatkan hidayahnya pada orang yang hina sepertiku. Astagfirullahalazim.
Kakak kenapa menangis??? Maafkan Dede kalau Dede menyakiti hati kakak. Ujarnya dari bibir mungilnya ini.
Tidak apa-apa de. Kakak baik–baik saja, Bahkan lebih baik dari apapun yang menciptakan abang merasa lebih baik. Aku pribadi memeluk gadis ini. Sangat erat sekali.
Kini saya yakin dan sangat yakin bahwa sahabat sejati itu benar–benar ada. Meskipun ia hanya satu, tapi ia tak akan tergantikan oleh apapun, bagaimanapun, dimanapun, dan kapanpun.
Untuk Allah, Dede, dan Ghita, terima kasih telah mengajariku arti sahabat sejati, sebuah persahabatan yang infinit dan sebetulnya dalam hidup ini.
Bagaimana sobat artikel diatas yang berjudul "Cerpen Sahabat Sejati 2018" sangat baguskan :), dan sanggup kau baca juga Cerita Paling Sedih Tahun 2018.