Cerpen Duka Yang Mengharukan 2018

Cerpen Sedih Yang Mengharukan 2018 - Update Terbaru kali Ini yaitu Cerpen Sedih Yang Sangat Mengharukan, yang mengisahkan kesedihan seorang istri terhadap suaminya yang menuduh dirinya menduakan terhadap orang lain. Bagi kau yang baca cerpen sedih 2018 ini dijamin bakal pribadi meneteskan air mata, nah pribadi saja admin Dunia Remaja akan membuatkan Cerpen Sedih Yang Mengharukan 2018 dan bisa kau baca cerpennya yang ada dibawah ini.

 Update Terbaru kali Ini yaitu Cerpen Sedih Yang Sangat Mengharukan Cerpen Sedih Yang Mengharukan 2018

Cerpen Sedih Yang Mengharukan 2018

"Kesedihan Seorang Istri"

Cinta itu memang butuh kesabaran..

Sampai dimanakah kita harus bersabar menanti cinta kita itu???

Hari itu.. saya dengannya berkomitmen untuk menjaga cinta kita..

Aku menjadi perempuan yang paling bahagia..

Pernikahan kami sederhana namun meriah..

Ia menjadi laki-laki yang sangat romantis pada waktu itu.

Aku bersyukur menikah dengan seorang laki-laki yang shaleh, pintar, ganteng dan mapan pula.

Ketika kami berpacaran beliau sudah sukses dalam karirnya.

Kami akan berbulan madu di tanah suci, itu janjinya ketika kami berpacaran dulu..

Dan sehabis menikah, saya mengajaknya untuk umroh ke tanah suci..

Aku sangat senang dengannya, dan diapun juga sangat memanjakan aku.. sangat terlihat dari rasa cinta dan rasa sayangnya pada ku.

Banyak orang yang bilang kami yaitu pasangan yang serasi. Sangat terlihat sekali bagaimana suamiku memanjakanku. Dan saya senang menikah dengannya.
=======================================
Lima tahun berlalu sudah kami menjadi suami istri, sangat tak terasa waktu begitu cepat berjalan walaupun kami hanya hidup berdua saja lantaran hingga ketika ini saya belum bisa memberikannya seorang malaikat kecil (bayi) di tengah keharmonisan rumah tangga kami.

Karena beliau anak lelaki satu-satunya dalam keluarganya, jadi saya harus berusaha untuk mendapatkan penerus generasi baginya.

Alhamdulillah ketika itu suamiku mendukungku..

Ia mengaggap Allah belum mempercayai kami untuk menjaga titipan-NYA.

Tapi keluarganya mulai resah. Dari awal kami menikah, ibu dan adiknya tidak menyukaiku. Aku sering mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari mereka, namun saya selalu berusaha menutupi hal itu dari suamiku..

Didepan suamiku mereka berlaku sangat baik padaku, tapi dibelakang suami ku, saya dihina-hina oleh mereka..

Pernah suatu ketika satu tahun usia pernikahan kami, suamiku mengalami kecelakaan, mobilnya hancur. Alhamdulillah suamiku selamat dari maut yang hampir membuatku menjadi seorang janda.

Ia dirawat dirumah sakit pada ketika beliau belum sadarkan diri sehabis kecelakaan. Aku selalu menemaninya siang dan malam sambil kubacakan ayat-ayat suci Al–Qur'an. Aku sibuk bolak-balik dari rumah sakit dan dari kawasan saya melaksanakan acara sosialku, saya sibuk mengurus suamiku yang sakit lantaran kecelakaan.

Namun ketika ketika saya kembali ke rumah sakit sehabis dari rumah kami, saya melihat didalam kamarnya ada ibu, adik-adiknya dan teman-teman suamiku, dan disaat itu juga.. saya melihat ada seorang perempuan yang sangat dekat mengobrol dengan ibu mertuaku. Mereka tertawa menghibur suamiku.

Alhamdulillah suamiku ternyata sudah sadar, saya menangis ketika melihat suamiku sudah sadar, tapi saya tak boleh sedih di hadapannya.

Kubuka pintu yang tertutup rapat itu sambil mengatakan, "Assalammu'alaikum" dan mereka menjawab salamku. Aku berdiam sejenak di depan pintu dan mereka semua melihatku. Suamiku menatapku penuh manja, mungkin ia kangen padaku lantaran sudah 5 hari mata-nya selalu tertutup.

Tangannya melambai, mengisyaratkan saya untuk memegang tangannya dengan erat. Setelah saya menghampirinya, kucium tangannya sambil berkata "Assalammu'alaikum", ia pun menjawab salamku dengan suaranya yang lirih namun penuh dengan cinta. Aku pun senyum melihat wajahnya.

Lalu.. Ibu-nya berbicara denganku..

"Fis, kenalkan ini Desi sobat Fikri".

Aku teringat dongeng dari suamiku bahwa sobat baiknya pernah mencintainya, perempuan itu berjulukan Desi dan beliau sangat dekat dengan keluarga suamiku. Hingga balasannya saya bertemu dengan orangnya juga. Aku pun pribadi berjabat tangan dengannya, tak banyak saya bicara di dalam ruangan tersebut,aku tak mengerti apa yang mereka bicarakan.

Aku sibuk membersihkan dan mengobati luka-luka di kepala suamiku, gres sebentar saya membersihkan mukanya, tiba-tiba adik iparku yang berjulukan Dian mengajakku keluar, ia minta ditemani ke kantin. Dan suamiku pun mengijinkannya. Kemudian saya pun menemaninya.

Tapi ketika di luar adik iparku berkata, "lebih baik kau pulang saja, ada kami yang menjaga kakak disini. Kau istirahat saja. "

Anehnya, saya tak diperbolehkan berpamitan dengan suamiku dengan alasan kakak harus banyak beristirahat dan lantaran psikologisnya masih labil. Aku berdebat dengannya mempertanyakan mengapa saya tidak diizinkan berpamitan dengan suamiku. Tapi tiba-tiba ibu mertuaku tiba menghampiriku dan ia juga menyampaikan hal yang sama. Nantinya beliau akan memberi alasan pada suamiku mengapa saya pulang tak berpamitan padanya, toh suamiku selalu berdasarkan apa kata ibunya, baik ibunya salah ataupun tidak, suamiku tetap saja membenarkannya. Akhirnya saya pun pergi meninggalkan rumah sakit itu dengan linangan air mata.

Sejak ketika itu saya tidak pernah diijinkan menjenguk suamiku hingga ia kembali dari rumah sakit. Dan saya hanya bisa menangis dalam kesendirianku. Menangis mengapa mereka sangat membenciku.
=======================================
Hari itu.. saya menangis tanpa sebab, yang ada di benakku saya takut kehilangannya, saya takut cintanya dibagi dengan yang lain.

Pagi itu, pada ketika saya membersihkan pekarangan rumah kami, suamiku memanggilku ke taman belakang, ia gres aja selesai sarapan, ia mengajakku duduk di ayunan favorit kami sambil melihat ikan-ikan yang bertaburan di kolam air mancur itu.

Aku bertanya, "Ada apa kau memanggilku??"

Ia berkata, "Besok saya akan menjenguk keluargaku di Sabang"

Aku menjawab, "Ia sayang.. saya tahu, saya sudah mengemasi barang-barang kau di travel bag dan kau sudah memegang tiket bukan??"

"Ya tapi saya tak akan usang disana, cuma 3 minggu saya disana, saya juga sudah usang tidak bertemu dengan keluarga besarku semenjak kita menikah dan saya akan pulang dengan mamaku", jawabnya tegas.

"Mengapa gres kini bicara, saya pikir hanya seminggu saja kau disana??", tanyaku balik kepadanya penuh dengan rasa ingin tau dan sedikit rasa kecewa lantaran ia gres memberitahukan rencana kepulanggannya itu, padahal saya telah bersusah payah mencarikan tiket pesawat untuknya.

"Mama minta saya yang menemaninya ketika pulang nanti", jawabnya tegas.

"Sekarang saya ingin seharian dengan kau lantaran nanti kita 3 minggu tidak bertemu, ya kan??", lanjut nya lagi sambil memelukku dan mencium keningku. Hatiku sedih dengan keputusannya, tapi tak boleh saya tunjukkan padanya.

Bahagianya saya dimanja dengan suami yang penuh dengan rasa sayang dan cintanya walau terkadang ia bersikap kurang adil terhadapku.

Aku hanya bisa tersenyum saja, padahal saya ingin bersama suamiku, tapi lantaran keluarganya tidak menyukaiku hanya lantaran mereka cemburu padaku lantaran suamiku sangat sayang padaku.

Kemudian saya memutuskan semoga ia saja yang pergi dan kami juga harus berhemat dalam pengeluaran anggaran rumah tangga kami.

Karena ini program sakral bagi keluarganya, jadi seluruh keluarganya harus komplit. Walaupun begitu, saya pun tetap tak akan diperdulikan oleh keluarganya harus tiba ataupun tidak. Tidak hadir justru menciptakan mereka sangat senang dan saya pun tak mau menciptakan riuh keluarga ini.

Malam sebelum kepergiannya, saya menangis sambil membereskan keperluan yang akan dibawanya ke Sabang, ia menatapku dan menghapus air mata yang jatuh dipipiku, kemudian saya peluk erat dirinya. Hati ini bergumam tak merelakan beliau pergi seakan terjadi sesuatu, tapi saya tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku hanya bisa menangis lantaran akan ditinggal pergi olehnya.

Aku tidak pernah ditinggal pergi selama ini, lantaran kami selalu bahu-membahu kemana pun ia pergi.

Apa mungkin saya sedih lantaran saya sendirian dan tidak mempunyai teman, lantaran biasanya hanya pembantu sajalah sobat mengobrolku.

Hati ini sedih akan di tinggal pergi olehnya.

Sampai keesokan harinya, saya terus menangis.. menangisi kepergiannya. Aku tak tahu mengapa sesedih ini, perasaanku tak enak, tapi saya tak boleh berburuk sangka. Aku harus percaya pada suamiku. Dia niscaya akan selalu menelponku.
=======================================
Berjauhan dengan suamiku, saya merasa sangat tidak nyaman, saya merasa sendiri. Untunglah saya mempunyai kesibukan sebagai seorang aktivis, jadinya saya tak terlalu kesepian ditinggal pergi ke Sabang.

Saat kami bekerjasama jarak jauh, komunikasi kami memburuk dan saya pun jatuh sakit. Rahimku terasa sakit sekali menyerupai di lilit oleh tali. Tak tahan saya menahan rasa sakit dirahimku ini, sampai-sampai saya mengalami pendarahan. Aku dilarikan ke rumah sakit oleh adik laki-lakiku yang kebetulan menemaniku disana. Dokter memvonis saya terkena kanker lisan rahim stadium 3.

Aku menangis.. apa yang bisa saya banggakan lagi..

Mertuaku akan semakin menghinaku, suamiku yang malang yang selalu berharap akan punya keturunan dari rahimku.. namun saya tak bisa memberikannya keturunan. Dan kemudian saya hanya bisa memeluk adikku.

Aku kangen pada suamiku, saya selalu menunggu ia pulang dan bertanya-tanya, "kapankah ia segera pulang??" saya tak tahu..

Sementara suamiku disana, saya tidak tahu mengapa ia selalu marah-marah jikalau menelponku. Bagaimana saya akan menceritakan kondisiku jikalau ia selalu marah-marah terhadapku..

Lebih baik saya tutupi dulu tetang hal ini dan saya juga tak mau membuatnya khawatir selama ia berada di Sabang.

Lebih baik nanti saja ketika ia sudah pulang dari Sabang, saya akan dongeng padanya. Setiap hari saya menanti suamiku pulang, hari demi hari saya hitung..

Sudah 3 minggu suamiku di Sabang, malam itu ketika saya sedang melihat foto-foto kami, ponselku berbunyi membuktikan ada sms yang masuk.

Kubuka di inbox ponselku, ternyata dari suamiku yang sms.

Ia menulis, "aku sudah beli tiket untuk pulang, saya pulangnya satu hari lagi, saya akan kabarin lagi".

Hanya itu saja yang diinfokannya. Aku ingin marah, tapi saya pendam saja ego yang tidak baik ini. Hari yang saya tunggu pun tiba, saya menantinya dirumah.

Sebagai seorang istri, saya pun berdandan yang anggun dan menggunakan parfum kesukaannya untuk menyambut suamiku pulang, dan nantinya saya juga akan menuntaskan duduk kasus komunikasi kami yang jelek akhir-akhir ini.

Bel pun berbunyi, kubukakan pintu untuknya dan ia pun mengucap salam. Sebelum masuk, saya pegang tangannya kedepan teras namun ia tetap berdiri, saya membungkuk untuk melepaskan sepatu, kaos kaki dan kucuci kedua kakinya, saya tak mau ada syaithan yang masuk ke dalam rumah kami.

Setelah itu akupun berdiri pribadi mencium tangannya tapi apa reaksinya..

Masya Allah.. ia tidak mencium keningku, ia hanya membisu dan pribadi naik keruangan atas, kemudian mandi dan tidur tanpa bertanya kabarku..

Aku hanya berpikir, mungkin beliau capek. Aku pun segera merapikan bawaannya hingga saya pun tertidur. Malam memperlihatkan 1/3 malam, mengingatkan saya pada kawasan mengadu yaitu Allah, Sang Maha Pencipta.

Biasanya kami selalu berjama'ah, tapi lantaran melihat nya tidur sangat pulas, saya tak tega membangunkannya. Aku hanya mengeelus wajahnya dan saya cium keningnya, kemudian saya sholat tahajud 8 rakaat plus witir 3 raka'at.
=======================================
Aku mendengar bunyi mobilnya, saya terbangun kemudian saya melihat dirinya dari balkon kamar kami yang berkemas-kemas untuk pergi. Lalu saya memanggilnya tapi ia tak mendengar. Kemudian saya ambil jilbabku dan saya berlari dariatas ke bawah tanpa memperdulikan darah yang bercecer dari rahimku untuk mengejarnya tapi ia begitu cepat pergi.

Aku merasa ada yang asing dengan suamiku. Ada apa dengan suamiku? Mengapa ia bersikap tidak biasa terhadapku?

Aku tidak bisa membisu begitu saja, firasatku menyampaikan ada sesuatu. Saat itu juga saya pribadi menelpon kerumah mertuaku dan kebetulan Dian yang mengangkat telponnya, saya bercerita dan saya bertanya apa yang sedang terjadi dengan suamiku. Dengan enteng ia menjawab, "Loe pikir aja sendiri!!!". Telpon pun pribadi terputus.

Ada apa ini?? Tanya hatiku penuh dalam kecemasan. Mengapa suamiku berubah sehabis ia kembali dari kota kelahirannya. Mengapa ia tak mau berbicara padaku, apalagi memanjakan aku.

Semakin hari ia menjadi orang yang pendiam, seakan ia telah melepas tanggung jawabnya sebagai seorang suami. Kami hanya berbicara seperlunya saja, saya selalu diintrogasinya. Selalu bertanya saya dari mana dan mengapa pulang terlambat dan ia bertanya dengan nada yang keras. Suamiku telah berubah.

Bahkan yang menciptakan ku kaget, saya pernah dituduhnya berzina dengan mantan pacarku. Ingin rasanya saya menampar suamiku yang telah menuduhku serendah itu, tapi saya selalu ingat.. sebagaimana pun salahnya seorang suami, status suami tetap di atas para istri, itu fatwa yang saya pegang.

Aku hanya berdo'a semoga suamiku sadar akan prilakunya.
=======================================
Dua tahun berlalu, suamiku tak kunjung berubah juga. Aku menangis setiap malam, lelah menanti menyerupai ini, kami menyerupai orang asing yang gres saja berkenalan.

Kemesraan yang kami ciptakan dulu telah sirna. Walaupun kondisinya tetap menyerupai itu, saya tetap merawatnya & menyiapkan segala yang ia perlukan. Penyakitku pun masih saya simpan dengan baik dan sekalipun ia tak pernah bertanya perihal obat apa yang saya minum. Kebahagiaan ku telah sirna, impian menjadi ibu pun telah saya pendam. Aku tak tahu kapan ini semua akan berakhir.

Bersyukurlah.. Aku punya penghasilan sendiri dari aktifitasku sebagai seorang guru ngaji, jadi saya tak perlu meminta uang padanya hanya untuk pengobatan kankerku. Aku pun hanya berobat semampuku.

Sungguh.. Suami yang dulu saya puja dan saya banggakan, kini telah menjadi orang asing bagiku, setiap saya bertanya ia selalu menyuruhku untuk berpikir sendiri. Tiba-tiba saja malam itu sehabis makan malam usai, suamiku memanggilku.

"Ya, ada apa Yah!" sahutku dengan memanggil nama kesayangannya "Ayah".

"Lusa kita siap-siap ke Sabang ya." Jawabnya tegas.

"Ada apa? Mengapa?", sahutku penuh dengan keheranan.

Astaghfirullah.. Suami ku yang dulu lembut tiba-tiba saja menjadi kasar, beliau membentakku. Sehingga tak ada lagi kelanjutan diskusi antara kami.

Dia menyampaikan "Kau ikut saja jangan banyak tanya!!"

Lalu saya pun bersegera mengemasi barang-barang yang akan dibawa ke Sabang sambil menangis, sedih lantaran suamiku kini tak ku kenal lagi.

Dua tahun pacaran, lima tahun kami menikah dan sudah 2 tahun pula ia menjadi orang asing buatku. Ku lihat kamar kami yang dulu hangat penuh cinta yang dihiasi foto pernikahan kami, kini menjadi dingin.. Sangat dingin dari kerikil es. Aku menangis dengan kebingungan ini. Ingin rasanya saya berontak berteriak, tapi saya tak bisa.

Suamiku tak suka dengan perempuan yang kasar, ngomong dengan nada tinggi, suka membanting barang-barang. Dia bilang perbuatan itu memperlihatkan sikap ketidakhormatan kepadanya. Aku hanya bisa bersabar menantinya bicara dan sabar mengobati penyakitku ini, dalam kesendirianku..

Kami telah hingga di Sabang, saya masih merasa lelah lantaran semalaman saya tidak tidur lantaran terus berpikir. Keluarga besarnya juga telah berkumpul disana, termasuk ibu & adik-adiknya. Aku tidak tahu ada program apa ini..

Aku dan suamiku pun masuk ke kamar kami. Suamiku tak betah didalam kamar bau tanah itu, ia pun pribadi keluar bergabung dengan keluarga besarnya.

Baru saja saya membongkar koper kami dan ingin memasukkannya ke dalam lemari bau tanah yang berada di dekat pintu kamar, lemari bau tanah yang telah ada sebelum suamiku lahir. Tiba-tiba Tante Lia, tante yang sangat baik padaku memanggil ku untuk bersegera berkumpul diruang tengah, saya pun menuju ke ruang keluarga yang berada ditengah rumah besar itu, yang tampak menyerupai rumah zaman peninggalan belanda.

Kemudian saya duduk disamping suamiku, dan suamiku menunduk penuh dengan kebisuan, saya tak berani bertanya padanya.

Tiba-tiba saja neneknya, orang yang dianggap paling bau tanah dan paling berhak atas semuanya, membuka pembicaraan.

"Baiklah, lantaran kalian telah berkumpul, nenek ingin bicara dengan kau Fisha". Neneknya berbicara sangat tegas, dengan sorot mata yang tajam.

"Ada apa ya Nek?" sahutku dengan penuh tanya..

Nenek pun menjawab, "Kau telah bergabung dengan keluarga kami hampir 8 tahun, hingga ketika ini kami tak melihat gejala kehamilan yang tepat alasannya yaitu selama ini kau selalu keguguran!!".

Aku menangis.. Untuk inikah saya diundang kemari? Untuk dihina ataukah dipisahkan dengan suamiku?

"Sebenarnya kami sudah punya calon untuk Fikri, dari dulu.. Sebelum kau menikah dengannya. Tapi Fikri anak yang keras kepala, tak mau di atur,dan balasannya menikahlah ia dengan kau." Neneknya berbicara sangat lantang, mungkin logat orang Sabang menyerupai itu semua.

Aku hanya bisa tersenyum dan melihat wajah suamiku yang kosong matanya.

"Dan saya dengar dari ibu mertuamu kau pun sudah berkenalan dengannya", neneknya masih melanjutkan pembicaraan itu.

Sedangkan suamiku hanya melongo saja, tapi saya lihat air matanya. Ingin saya peluk suamiku semoga ia berpengaruh dengan semua ini, tapi saya tak punya keberanian untuk itu.

Neneknya masih saja berbicara panjang lebar dan yang terakhir dari ucapannya dengan mimik wajah yang sangat menantang kemudian berkata, "kau maunya gimana? kau dimadu atau diceraikan?"

MasyaAllah.. Kuatkan hati ini.. Aku ingin jatuh pingsan. Hati ini seakan remuk mendengarnya, hancur hatiku. Mengapa keluarganya bersikap menyerupai ini terhadapku..

Aku selalu munutupi duduk kasus ini dari kedua orang tuaku yang tinggal di pulau kayu, mereka mengira saya sangat senang 2 tahun belakangan ini.

"Fish, jawab!." Dengan tegas Ibunya pribadi memintaku untuk menjawab.

Aku pribadi memegang tangan suamiku. Dengan tangan yang dingin dan gemetar saya menjawab dengan tegas.

"Walaupun saya tidak bisa berdiskusi dulu dengan imamku, tapi saya sanggup berdiskusi dengannya melalui bathiniah, untuk kebaikan dan masa depan keluarga ini, saya akan menyambut baik seorang perempuan gres dirumah kami."

Itu yang saya jawab, dengan kata lain saya rela cintaku dibagi. Dan pada ketika itu juga suamiku memandangku dengan tetesan air mata, tapi air mataku tak sedikit pun menetes di hadapan mereka.

Aku kemudian bertanya kepada suamiku, "Ayah siapakah yang akan menjadi sahabatku dirumah kita nanti, yah?"

Suamiku menjawab, "Dia Desi!"

Akupun pribadi menarik napas dan pribadi berbicara, "Kapan pernikahannya berlangsung? Apa yang harus saya siapkan dalam pernikahan ini Nek?."

Ayah mertuaku menjawab, "Pernikahannya 2 minggu lagi."

"Baiklah kalo begitu saya akan menelpon pembantu di rumah, untuk menyuruhnya mengurus KK kami ke kelurahan besok", sehabis berbicara menyerupai itu saya permisi untuk pamit ke kamar.

Tak tahan lagi.. Air mata ini akan turun, saya berjalan sangat cepat, saya buka pintu kamar dan saya pribadi duduk di kawasan tidur. Ingin berteriak, tapi saya sendiri disini. Tak berpengaruh rasanya mendapatkan hal ini, cintaku telah dibagi. Sakit.. Diiringi akutnya penyakitku..

Apakah lantaran ini suamiku menjadi orang yang asing selama 2 tahun belakangan ini?

Aku berjalan menuju ke meja rias, kubuka jilbabku, saya bercermin sambil bertanya-tanya, "sudah tidak cantikkah saya ini?"

Kuambil sisirku, saya menyisiri rambutku yang setiap hari rontok. Kulihat wajahku, ternyata saya memang sudah tidak anggun lagi, rambutku sudah hampir habis.. kepalaku sudah botak dibagian tengahnya.

Tiba-tiba pintu kamar ini terbuka, ternyata suamiku yang datang, ia berdiri dibelakangku. Tak kuhapus air mata ini, saya bersegera memandangnya dari cermin meja rias itu.

Kami membisu sejenak, kemudian saya mulai pembicaraan, "terima kasih ayah, kau memberi sahabat kepada ku. Makara saya tak perlu sedih lagi ketika ditinggal pergi kau nanti! Iya kan?."

Suamiku mengangguk sambil melihat kepalaku tapi tak sedikitpun ia tersenyum dan bertanya kenapa rambutku rontok, beliau hanya menyampaikan jangan salah menggunakan shampo.

Dalam hatiku bertanya, "mengapa ia sangat cuek?" dan ia sudah tak memanjakanku lagi. Lalu beliau berkata, "sudah malam, kita istirahat yuk!"

"Aku sholat isya dulu gres saya tidur", jawabku tenang.

Dalam sholat dan dalam tidur saya menangis. Ku hitung mundur waktu, kapan saya akan membuatkan suami dengannya. Aku pun ikut sibuk mengurusi pernikahan suamiku.

Aku tak tahu kalau Desi orang Sabang juga. Sudahlah, ini mungkin takdirku. Aku ingin suamiku kembali menyerupai dulu,yang sangat memanjakan saya atas rasa sayang dan cintanya itu.
=======================================
Malam sebelum hari pernikahan suamiku, saya menulis curahan hatiku di laptopku.

Dilaptop saya menulis saat-saat terakhirku melihat suamiku, saya murka pada suamiku yang telah menelantarkanku. Aku menangis melihat suamiku yang sedang tidur pulas, apa salahku? hingga ia berlaku sekejam itu kepadaku. Aku save di My Document yang bertitle "Aku Mencintaimu Suamiku."

Hari pernikahan telah tiba, saya telah siap, tapi saya tak sanggup untuk keluar. Aku berdiri didekat jendela, saya melihat matahari, lantaran mungkin saja saya takkan bisa melihat sinarnya lagi. Aku berdiri sangat lama.. kemudian suamiku yang telah siap dengan pakaian pengantinnya masuk dan berbicara padaku.

"Apakah kau sudah siap?"

Kuhapus airmata yang menetes diwajahku sambil berkata :

"Nanti jikalau ia telah sah jadi istrimu, ketika kau membawa ia masuk kedalam rumah ini, cucilah kakinya sebagaimana kau mencuci kakiku dulu, kemudian ketika kalian masuk ke dalam kamar pengantin bacakan do'a diubun-ubunnya sebagaimana yang kau lakukan padaku dulu. Lalu sehabis itu..", perkataanku terhenti lantaran tak sanggup saya meneruskan pembicaraan itu, saya ingin menagis meledak.

Tiba-tiba suamiku menjawab "Lalu apa Bunda?"

Aku kaget mendengar kata itu, yang tadinya saya menunduk seketika saya pribadi menatapnya dengan mata yang berbinar-binar...

"Bisa kau ulangi apa yang kau ucapkan barusan?", pintaku tuk menyakini bahwa kuping ini tidak salah mendengar.

Dia mengangguk dan berkata, "Baik bunda akan ayah ulangi, kemudian apa bunda?", sambil ia mengelus wajah dan menghapus air mataku, beliau agak sedikit membungkuk lantaran beliau sangat tinggi, saya hanya sedadanya saja.

Dia tersenyum sambil berkata, "Kita liat saja nanti ya!". Dia memelukku dan berkata, "Bunda yaitu perempuan yang paling berpengaruh yang ayah temui selain mama".

Kemudian ia mencium keningku, saya pribadi memeluknya erat dan berkata, "Ayah, apakah ini akan segera berakhir? Ayah kemana saja? Mengapa Ayah berubah? Aku kangen sama Ayah? Aku kangen belaian kasih sayang Ayah? Aku kangen dengan manjanya Ayah? Aku kesepian Ayah? Dan satu hal lagi yang harus Ayah tau, bahwa saya tidak pernah berzinah! Dulu.. Waktu awal kita pacaran, saya memang belum bisa melupakannya, sehabis 4 bulan bersama Ayah gres bisa saya terima, jikalau yang dihadapanku itu yaitu lelaki yang saya cari. Bukan berarti saya pernah berzina Ayah." Aku pribadi bersujud di kakinya dan muncium kaki imamku sambil berkata, "Aku minta maaf Ayah, telah membuatmu susah".

Saat itu juga, diangkatnya badanku.. Ia hanya menangis.

Ia memelukku sangat lama, 2 tahun saya menanti dirinya kembali. Tiba-tiba perutku sakit, ia menyadari bahwa ada yang tidak beres denganku dan ia bertanya, "bunda baik-baik saja kan?" tanyanya dengan penuh khawatir.

Aku pun menjawab, "bisa memeluk dan melihat kau kembali menyerupai dulu itu sudah mebuatku baik, Yah. Aku hanya tak bisa bicara sekarang". Karena beliau akan menikah. Aku tak mau menciptakan beliau khawatir. Dia harus khusyu menjalani program prosesi pernikahan tersebut.
=======================================
Setelah tiba di masjid, ijab-qabul pun dimulai. Aku duduk diseberang suamiku.

Aku melihat suamiku duduk berdampingan dengan perempuan itu, menciptakan hatiini cemburu, ingin berteriak mengatakan, "Ayah jangan!!", tapi saya ingat akan kondisiku.

Jantung ini berdebar kencang ketika mendengar ijab-qabul tersebut. Begitu ijab-qabul selesai, saya menarik napas panjang. Tante Lia, tante yang baik itu, memelukku. Dalam hati saya berusaha untuk menguatkan hati ini. Ya... Aku kuat.

Tak sanggup saya melihat mereka duduk bersanding di pelaminan. Orang-orang yang hadir di program resepsi itu iba melihatku, mereka melihatku dengan tatapan sangat aneh, mungkin melihat wajahku yang selalu tersenyum, tapi dibalik itu.. Hatiku menangis.

Sampai dirumah, suamiku pribadi masuk ke dalam rumah begitu saja. Tak mencuci kakinya. Aku sangat heran dengan perilakunya. Apa iya, beliau tidak suka dengan pernikahan ini?

Sementara itu Desi disambut hangat di dalam keluarga suamiku, tak menyerupai saya dahulu, yang di musuhi.

Malam ini saya tak bisa tidur, bagaimana bisa? Suamiku akan tidur dengan perempuan yang sangat saya cemburui. Aku tak tahu apa yang sedang mereka lakukan didalam sana.

Sepertiga malam pada ketika saya ingin sholat lail saya keluar untuk berwudhu, kemudian saya melihat ada lelaki yang menyerupai suamiku tidur disofa ruang tengah. Kudekati kemudian kulihat. MasyaAllah.. Suamiku tak tidur dengan perempuan itu, ia ternyata tidur disofa, saya duduk disofa itu sambil menghelus wajahnya yang lelah, tiba-tiba ia memegang tangan kiriku, tentu saja saya kaget.

"Kamu tiba ke sini, saya pun tahu", ia berkata menyerupai itu. Aku tersenyum dan megajaknya sholat lail. Setelah sholat lail ia berkata, "Maafkan aku, saya tak boleh menyakitimu, kau menderita lantaran ego nya aku. Besok kita pulang ke Jakarta, biar Desi pulang dengan mama, papa dan juga adik-adikku"

Aku menatapnya dengan penuh keheranan. Tapi ia pribadi mengajakku untuk istirahat. Saat tidur ia memelukku sangat erat. Aku tersenyum saja, sudah usang ini tidak terjadi. Ya Allah.. Apakah Engkau akan menyuruh malaikat maut untuk mengambil nyawaku kini ini, lantaran saya telah mencicipi kehadirannya ketika ini. Tapi.. Masih bisakah engkau ijinkan saya untuk mencicipi kehangatan dari suamiku yang telah hilang selama 2 tahun ini..

Suamiku berbisik, "Bunda kok kurus?"

Aku menangis dalam kebisuan. Pelukannya masih bisa saya rasakan.

Aku pun berkata, "Ayah kenapa tidak tidur dengan Desi?"

"Aku kangen sama kau Bunda, saya tak mau menyakitimu lagi. Kamu sudah sering terluka oleh sikapku yang egois." Dengan lembut suamiku menjawab menyerupai itu.

Lalu suamiku berkata, "Bun, ayah minta maaftelah menelantarkan bunda.. Selama ayah di Sabang, ayah dengar kalau bunda tidak tulus mengasihi ayah, bunda menyerupai mengejar sesuatu, menyerupai mengejar harta ayah dan satu lagi.. Ayah pernah melihat SMS bunda dengan mantan pacar bunda dimana isinya kalau bunda gak mau berbuat "Seperti itu" dan goresan pena menyerupai itu diberi tanda kutip ("seperti itu"). Ayah ingin ngomong tapi takut bunda tersinggung dan ayah berpikir kalau bunda pernah tidur dengannya sebelum bunda bertemu ayah, terus ayah dimarahi oleh keluarga ayah lantaran ayah terlalu memanjakan bunda"

Hati ini sakit ketika difitnah oleh suamiku, ketika tidak ada kepercayaan di dirinya, hanya lantaran omongan keluarganya yang tidak pernah melihat Betapa tulusnya saya mengasihi pasangan seumur hidupku ini.

Aku hanya menjawab, "Aku sudah ceritakan itu kan Yah. Aku tidak pernah berzinah dan saya mencintaimu setulus hatiku, jikalau saya hanya mengejar hartamu, mengapa saya menentukan kamu? Padahal banyak lelaki yang lebih mapan darimu waktu itu Yah. Jika saya hanya mengejar hartamu, saya tak mungkin setiap hari menangis lantaran menderita mencintaimu."

Entah saya harus senang atau saya harus sedih lantaran sahabatku sendirian dikamar pengantin itu. Malam itu, saya menuntaskan masalahku dengan suamiku dan berusaha memaafkannya beserta sikap keluarganya juga.

Karena saya tak mau mati dalam hati yang penuh dengan rasa benci.
=======================================
Keesokan harinya...

Ketika saya ingin terbangun untuk mengambil wudhu, kepalaku pusing, rahimku sakit sekali.. saya mengalami pendarahan dan suamiku kaget bukan main, ia pribadi menggendongku.

Aku pun dilarikan ke rumah sakit..

Dari kejauhan saya mendengar bunyi zikir suamiku..

Aku mencicipi tanganku basah..

Ketika kubuka mata ini, kulihat wajah suamiku penuh dengan rasa kekhawatiran.

Ia menggenggam tanganku dengan erat.. Dan mengatakan, "Bunda, Ayah minta maaf..."

Berkali-kali ia mengucapkan hal itu. Dalam hatiku, apa ia tahu apa yang terjadi padaku?

Aku berkata dengan bunyi yang lirih, "Yah, bunda ingin pulang.. bunda ingin bertemu kedua orang bau tanah bunda, anterin bunda kesana ya, Yah.."

"Ayah jangan berubah lagi ya! Janji ya, Yah... !!! Bunda sayang banget sama Ayah."

Tiba-tiba saja kakiku sakit sangat sakit, sakitnya semakin keatas, kakiku sudah tak bisa bergerak lagi.. saya tak berpengaruh lagi memegang tangan suamiku. Kulihat wajahnya yang tampan, berlinang air mata.

Sebelum mata ini tertutup, kulafazkan kalimat syahadat dan ditutup dengan kalimat tahlil.

Aku senang melihat suamiku punya pengganti diriku..

Aku senang selalu melayaninya dalam suka dan duka..

Menemaninya dalam ketika ia mengalami kesulitan dari kami pacaran hingga kami menikah.

Aku senang bersuamikan dia. Dia yaitu nafasku.

Untuk Ibu mertuaku : "Maafkan saya telah hadir didalam kehidupan anakmu hingga saya hidup didalam hati anakmu, ketahuilah Ma.. Dari dulu saya selalu berdo'a semoga Mama merestui korelasi kami. Mengapa engkau fitnah diriku didepan suamiku, apa engkau punya buktinya Ma? Mengapa engkau sangat cemburu padaku Ma? Fikri tetap milikmu Ma, saya tak pernah menyuruhnya untuk durhaka kepadamu, dari dulu saya selalu mengerti apa yang kau inginkan dari anakmu, tapi mengapa kau benci diriku. Dengan Desi kau sangat baik tetapi denganku menantumu kau bersikap sebaliknya."
=======================================
"Setelah Kubuka Laptop Dan Kubaca Curhatan Istriku"
=======================================
Ayah, mengapa keluargamu sangat membenciku?
Aku dihina oleh mereka ayah.
Mengapa mereka bisa baik terhadapku pada ketika ada dirimu?
Pernah suatu ketika saya bertemu Dian di jalan, saya menegurnya lantaran beliau adik iparku tapi saya disambut dengan wajah ketidaksukaannya. Sangat terlihat Ayah..
Tapi ketika engkau bersamaku, Dian sangat baik, sangat manis dan ia memanggilku dengan panggilan yang sangat menghormatiku. Mengapa menyerupai itu ayah?
Aku tak bisa berbicara ihwal ini padamu, lantaran saya tahu kau niscaya membela adikmu, tak ada gunanya Yah..
Aku diusir dari rumah sakit.
Aku tak boleh merawat suamiku.
Aku cemburu pada Desi yang sangat dekat dengan mertuaku.
Tiap hari ia tiba ke rumah sakit bersama mertuaku.
Aku sangat marah..
Jika saya membicarakan hal ini pada suamiku, ia akan niscaya membela Desi dan ibunya..
Aku tak mau sakit hati lagi.
Ya Allah kuatkan aku, maafkan aku..
Engkau Maha Adil..
Berilah keadilan ini padaku, Ya Allah..
Ayah sudah berubah, ayah sudah tak sayang lagi pada ku..
Aku berusaha untuk berdikari ayah, saya tak akan bermanja-manja lagi padamu..
Aku berpengaruh ayah dalam kesakitan ini..
Lihatlah ayah, saya berpengaruh walaupun penyakit kanker ini terus menyerangku..
Aku bisa melaksanakan ini semua sendiri ayah..
Besok suamiku akan menikah dengan perempuan itu.
Perempuan yang saya benci, yang saya cemburui.
Tapi saya tak boleh egois, ini untuk kebahagian keluarga suamiku.
Aku harus sadar diri.
Ayah, bekerjsama saya tak mau diduakan olehmu.
Mengapa harus Desi yang menjadi sahabatku?
Ayah.. saya masih tak rela.
Tapi saya harus nrimo menerimanya.
Pagi nanti suamiku melangsungkan pernikahan keduanya.
Semoga saja saya masih punya waktu untuk melihatnya tersenyum untukku.
Aku ingin sekali mencicipi kasih sayangnya yang terakhir.
Sebelum maut ini menjemputku.
Ayah.. saya kangen ayah..
=======================================
Dan kini saya telah membawamu ke orang tuamu, Bunda..
Aku akan mengunjungimu sebulan sekali bersama Desi di Pulau Kayu ini.
Aku akan selalu membawakanmu bunga mawar yang berwana pink yang mencerminkan keceriaan hatimu yang sakit tertusuk duri.
Bunda tetap cantik, selalu tersenyum disaat tidur.
Bunda akan selalu hidup dihati ayah.
Bunda.. Desi tak sepertimu, yang tidak pernah marah..
Desi sangat berbeda denganmu, ia tak pernah membersihkan telingaku, rambutku tak pernah di creambathnya, kakiku pun tak pernah dicucinya.
Ayah menyesal telah menelantarkanmu selama 2 tahun, kau sakit pun saya tak perduli, hidup dalam kesendirianmu..
Seandainya Ayah tak menelantarkan Bunda, mungkin ayah masih bisa tidur dengan belaian tangan Bunda yang halus.
Sekarang Ayah sadar, bahwa ayah sangat membutuhkan bunda..
Bunda, kau perempuan yang paling tegar yang pernah kutemui.
Aku menyesal telah asik dalam ke-egoanku..
Bunda.. Maafkan aku.. Bunda tidur tetap manis. Senyum manjamu terlihat di tidurmu yang panjang.
Maafkan aku, tak bisa bersikap adil dan membahagiakanmu, saya selalu meng-iyakanapa kata ibuku, lantaran saya takut menjadi anak durhaka. Maafkan saya ketika kau di fitnah oleh keluargaku, saya percaya begitu saja.
Apakah Bunda akan mendapat pengganti ayah di nirwana sana?
Apakah Bunda tetap menanti ayah disana? Tetap setia dialam sana?
Tunggulah Ayah disana Bunda..
Bisakan? Seperti Bunda menunggu ayah di sini.. Aku mohon..
Ayah Sayang Bunda.
 
Bagaimana sobat artikel diatas yang berjudul "Cerpen Sedih Yang Mengharukan 2018" benar-benar menyedihkan kan!!! semoga cerpen tadi bisa bermanfaat buat sobat semua, dan bisa sobat baca juga Cerita Gokil Terbaru 2018.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel